HEADLINELAMPUNG, BANDAR LAMPUNG – Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyoroti pentingnya menjaga kelestarian hutan di Lampung dengan mengajak Pemerintah, masyarakat dan swasta menjaga keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
Hal itu disampaikan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi saat membuka Talk Show Peran Hutan Konservasi untuk Pembangunan, di Hotel Sheraton Bandar Lampung, Rabu (27/1/2020)
“Hutan Merupakan Aset yang perlu dijaga kelesatariannya. Oleh karena itu kolaborasi dan sinergiritas bersama merupakan kunci utama dalam mengelola serta menjaga hutan agar tetap lestari dan terlindungi,” ujar Gubernur.
Menurut Gubernur Arinal, saat ini luas hutan di Provinsi Lampung 1.004.735 hektare (Ha) atau sekitar 28,45% luas wilayah provinsi yang ada.
“Oleh sebab itu perlu tanggungjawab bersama untuk saling menjaga kelestariannya.
Pemerintah, swasta dan masyarakat berperan aktif dalam menjaga keanekaragaman hayati yang ada di hutan secara berkelanjutan agar tetap lestari,” ujar Arinal.
Gubernur menilai potensi hutan juga bisa dikelola dengan baik agar menjadi ekowisata atau wisata berbasis hutan untuk melihat keanekaragaman flora dan faunanya. Kawasan konservasi ini harus dijaga dan dikelola jangan sampai rusak.
“Sebagai bagian dari sumber daya pembangunan, maka hutan harus memberikan manfaat untuk kesejahteraan masyarakat baik secara langsung dari hasil hutan antara lain kayu dan non kayu maupun manfaat tidak langsung melalui penyediaan sumber air untuk kehidupan, irigasi, udara yang bersih,dan lainnya. Pada akhirnya manfaatnya akan terasa bagi pembangunan daerah sekitarnya,” ujarnya.
Kawasan konservasi di Lampung sendiri terdiri dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Way Kambas, Tahura Wan Abdul Rachman, Cagar Alam Laut Krakatau dan KPA Rawa Kandis.
Gubernur Arinal menyampaikan sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah dia berwenang dalam mengendalikan dan mengkoordinasikan segala urusan pusat di daerah, termasuk dalam pengelolaan hutan konservasi ini.
Peran daerah dalam konservasi diperlukan dalam edukasi kepada masyarakat agar menyadari fungsi utama kawasan konservasi.
Saat ini aturan memungkinkan adanya pemberian akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan hutan.
Namun yang harus dicatat bahwa prioritas pemberdayaan masyarakat sekitar hutan ini adalah pengembalian fungsi hutan. Selebihnya adalah mendukung kesejahteraan masyarakat.
“Saya berharap acara ini bukan hanya sebatas formalitas, tetapi ada aksi nyata sebagai tindaklanjut dari forum ini. Serta rencana aksi yang telah disusun dan dilaporkan dijadikan upaya untuk menyelesaikan permasalahan dalam pengelolaan kawasan konservasi,” ujar Gubernur.
Sementara itu,Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Yanyan Ruchyansyah mengatakan luas Kawasan Hutan Negara di Provinsi Lampung berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 256/KPTS-II/2020 sebesar 1.004.735 Ha atau sekitar 28,45% luas wilayah Provinsi Lampung.
Dilihat dari fungsinya, hutan di Lampung terdiri dari hutan konservasi dengan luas 462.030 Ha, hutan lindung 317.615 Ha dan hutan produksi 225.090 Ha.
Untuk kewenangan Pemerintah Provinsi Lampung sebesar 564.954 Ha dan kewenangan pusat sebesar 439.798 Ha yakni khusus hutan konservasi.
Permasalahan utama yang terjadi pada hutan di Lampung yakni adanya peningkatan penduduk yang menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan usaha. Hal ini mengakibatkan pembangunan pemukiman dan pengelolaan lahan garapan secara illegal di dalam kawasan hutan negara (Perambahan Hutan dan Konflik Tenurial).
Kemudian isu-isu pokok yang selalu menjadi sorotan terkait kehutanan diantaranya Tindak Pidana Illeggal Logging, Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Lahan, Pemberdayaan Masyarakat Melalui Perhutanan Sosial dan Pemanfaatan Potensi Kayu Rakyat/Hutan Rakyat,
Isu-isu pokok lainnya yakni Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Wisata Alam, Konflik Tenurial Kawasan Hutan, Pengelolaan HTI Belum Maksimal dan Konflik Satwa Liar.
Dinas Kehutanan juga terus meningkatkan nilai ekonomi hutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan. Kemudian meningkatkan kreativitas dalam pemanfaatan produk hasil hutan dan jasa lingkungan hutan. Lalu edukasi dan literasi produk produk kehutanan, terutama HHBK kepada masyarakat umum.
“Perlu kolaborasi bersama para pihak yang peduli terhadap lingkungan dan kehutanan. Dengan demikian diharapkan, kehutanan bisa bergeser menjadi sektor produktif, prorakyat dan bemanfaat secara ekologis,” ujar Yanyan Ruchyansyah. (*)