Pesisir Barat – Potret haru terus menghiasi perjalanan hidup masyarakat di daerah terisolir wilayah Way Haru, Kecamatan Bangkunat, Kabupaten Pesisir Barat. Salah satu Kepala Desa dari empat desa yang ada di wilayah tersebut harus ditandu sejauh 12 Kilometer melalui medan ekstrem melewati bukit, laut, lembah, hingga menyebrangi muara berarus deras, hanya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas terdekat akibat sakit yang dideritanya.
Yakni Kepala Desa Bandar Dalam, Rudi Meilano, pada Jumat 18 April dengan menggunakan tandu yang terbuat dari batang bambu dan seutas kain, warga Desa Sumber Rejo berbondong-bondong menggotong Rudi dengan berjalan kaki selama empat jam lebih secara bergantian. Hal ini terpaksa dilakukan akibat tidak adanya akses jalan yang menghubungkan wilayah Way Haru menuju pusat kota Kecamatan Bangkunat.
Kerabat Rudi, Dian Setiawan menyebut, pihaknya tak mempunyai pilihan lain selain menerjang ganasnya kondisi alam untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, guna mengobati kondisi sang kerabat. Menurut Dian, kondisi ini bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat di wilayah ini, bahkan acap kali warga harus meregang nyawa dalam perjalanan, sebelum mencapai lokasi Puskesmas untuk mendapatkan perawatan.
Dian berharap, kondisi pilu masyarakat Way Haru dapat membuka kerasnya hati pihak-pihak terkait yang terus mempersulit pembangunan insfrastruktur, yang merupakan mimpi belasan ribu warga setempat dan tak pernah terwujud selama hampir 80 tahun Indonesia merdeka.
“Diluar sana, masyarakat mungkin telah menikmati manisnya kemerdekaan dengan berbagai kemudahan yang disediakan, sedangkan di wilayah Way Haru untuk merasakan kemerdekaan saja mungkin hanya sebatas mimpi belaka,” sebutnya.
Seperti diketahui, Wilayah Way Haru, Kecamatan Bangkunat, Kabupaten Pesisir Barat, merupakan daerah terisolasi yang dikelilingi Tanam Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) berdekatan dengan Tambling Wildlife Nature Conservation atau disingkat TWNC.
Wilayah Way Haru dihuni oleh Marga Belimbing yang telah bermukim jauh sebelum Indonesia merdeka, wilayah ini juga telah mendapatkan kedaulatan wilayah sebagai tanah marga sejak jaman penjajahan Belanda.
Namun demikian, pembangunan infrastruktur yang terus diusahakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat terus menuai kendala, sulitnya mendapatkan izin menjadi pagar pembatas pemerintah kabupaten untuk memulai pembangunan. Al hasil, masyarakat Way Haru harus merasakan penderitaan pedih dan hanya dapat menerima kenyataan pahit, karena wilayahnya hingga kini masih terisolasi dari nikmatnya hidup diatas tanah merdeka.
Tak ada jalan, listrik, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak, hingga signal internet yang memadai, mengharuskan masyarakat Way Haru bermukim dengan masa depan yang gelap gulita. Menurut informasi, pihak terkait seperti BBTNBBS, Kementerian Kehutanan, TWNC, serta instansi lainnya, mempersulit izin dengan alasan pelestarian alam dan hewan dapat terganggu, sehingga mengesampingkan rasa kemanusian. Dengan alasan ini, akhirnya pihak terkait menunda pemberian izin, dan menjunjung tinggi ‘pri kehewanan’ serta mengesampingkan pri kemanusiaan, guna melindungi kelestarian alam. (*/wawe)