Dugaan Pungli Seritifikat, Pemkab Kirim Surat ke Polres Lamteng

22

HEADLINELAMPUNG, LAMPUNG TENGAH-Pemkab Lampung Tengah (Lamteng) telah mengirimkan surat ke Polres Lamteng, dan ditembuskan ke Kejari Gunungsugih, terkait adanya dugaan pungli pembuatan sertifikat program redistribusi tanah untuk rakyat atau landreform di Kampung Cempaka Putih, Kecamatan Bandarsurabaya.

Kabag Hukum Pemkab Lamteng, Eko Pranyoto mengatakan, pemerintah daerah sudah berkirim surat ke Polres Lamteng untuk menindaklanjuti dugaan pungli.

“Pak Bupati sudah berkirim surat ke Kapolres Lamteng untuk diselidiki jika benar-benar ada dugaan pungli. Menurut Bapak Bupati, hal ini demi tegaknya keadilan dan ada titik terang benderang terkait persoalan ini. Ini tidak masuk delik aduan, tapi delik biasa. Pihak Polres Lamteng bisa langsung melakukan penyelidikan,” ungkapnya.

Eko mengaku telah memanggil kelompok masyarakat (pokmas), sebagai upaya mediasi.

“Sudah kita lakukan memanggil pokmas-pokmas. Kita minta segera menyerahkan sertifikat yang sudah jadi kepada pemiliknya. Tapi nggak ada yang datang. Kakam dan camat-nya juga dipanggil nggak datang. Jadi sebenarnya tidak ada permasalahan lagi dengan pemerintah daerah. Sampai-sampai ketika unjuk rasa dikatakan bupati gagal. Gagal apa?,” jelasnya.

Terkait surat yang dikirimkan ke polres untuk dilakukan penyelidikan Pemkab juga telah menembuskan ke Kejari Lamteng.

“Ya, kita ada tembusan juga terkait permintaan Bapak Bupati ke Polres Lamteng untuk melakukan penyelidikan jika benar ada dugaan pungli,” ungkap Kasi Intel Kejari Lamteng, Angga Mahatama.

Sekedar untuk diketahui sekelompok massa yang tergabung dalam Pusat Pergerakan Rakyat Lampung berunjuk rasa di depan kantor Pemkab Lampung Tengah, Rabu (22/7/2020).

Kedatangan massa ke Pemkab Lamteng menuntut penyerahan sertifikat program redistribusi tanah untuk rakyat atau landreform di Kampung Cempaka Putih, Kecamatan Bandarsurabaya, segera dibagikan dan meminta oknum yang melakukan pungli ditangkap.

BACA JUGA:  Kapolsek dan Wadanramil Pringsewu Hadiri Permasalahan Tanah Bengkok Pekon Rejosari

Koordinator Lapangan Adiwijaya menyatakan program redistribusi tanah untuk rakyat merupakan salah satu program unggulan yang tertuang dalam nawacita Kabinet Kerja Presiden Jokowi dalam bidang reformasi agraria.

“Ada sekitar 4,5 juta hektare lahan yang dikuasai masyarakat akan dilegalkan dengan sertifikasi dan 4,5 juta hektare lainnya akan dibagikan sebagai program redistribusi.

Sumber lahan berasal dari kawasan hutan dan luar kawasan hutan (perkebunan). Untuk Lampung sebanyak 273.930 bidang pada 2018 yang terdiri ataa 263.930 bidang melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan sebanyak 10.000 bidang melalui program redistribusi tanah.

“Di Provinsi Lampung terdapat kurang lebih 4.670.141 bidang tanah yang sudah terdaftar. Di Lamteng, khususnya Kampung Cempaka Putih, dinilai sudah melenceng dari nawacita dan syarat penyalahgunaan kewenangan pejabat publik,” ungkapnya.

Adiwijaya, mengatakan bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 256/Kpts-ll/2000 Tanggal 23 Agustus 2000, di Provinsi Lampung terdapat tambahan tanah negara kawasan budi daya seluas 145.125 hektare yang semula berstatus sebagai kawasan hutan produksi. Yang dapat dikonversi (HPK) menjadi bukan kawasan HPK.

“Salah satunya kawasan hutan Way Rumbia Register 8 seluas 26.665,88 hektare berdasarkan Pasal 4 point e Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 6 Tahun 2001 tentang Alih Fungsi Lahan dari eks kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 145.125 hektare menjadi kawasan bukan HPK dalam rangka pemberian hak atas tanah. Ini diperkuat dengah Peraturan Gubenur No. 31 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Eks Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi di Provinsi Lampung,” terangnya

Adiwijaya, menambahkan pelaksanaan sertifikasi pemberian hak atas tanah eks kawasan hutan produksi (eks Register 8 Way Rumbia), ada rincian biaya.

BACA JUGA:  Lima Puluh Hektare Lahan Sawit di Tubaba Ikut Program BPDP-KS

“Rincian biaya sertifikat massal swadaya (SMS) sesuai dengan daftar gradasi sebagaimana tertera dalam lampiran (sesuai dengan surat Kanwil BPN Provinsi Lampung, 30 Agustus 2007 Nomor 500-3978) dan alih fungsi lahan (sesuai dengan lampiran Perda No. 6 Tahun 2001sebagaimana tertera dalam lampiran).

Ia memaparkan, biaya operasional kampung Rp65.000 per hektare serta dana pemberdayaan masyarakat adat Kampung Buminabung Ilir, Kecamatan, Buminabung, dan masyarakat adat Kampung Surabaya Ilir, Kecamatan Bandarsurabaya Rp300.000 per hektare.

Dalam perjalanannya melalui perangkat kampung dan kelompok masyarakat terdapat pungutan yang tidak sesuai dengan Keputusan Bupati Lampung Tengah.

“Besaran kompensasi yang diminta rata-tata Rp3.000.000. Rinciannya pembuatan sertifikat Rp400.000 untuk biaya kepengurusan, pembuatan sertifikat Rp100.000, dan komfensasi terhadap masyarakat adat Rp2.500.000. Ini memberatkan masyarakat karena tak sesuai kesepakatan,” imbuhnya.

Karena alasan itulah masyarakat hingga kini tak menerima sertifikat karena belum melunasi biaya pengurusan.

“Proses pungutan ada ancaman dan pemaksaan hingga kekerasan oleh aparatur kampung. Kami minta sertifikat tanah masyarakat Kampung Cempaka Putih segera dibagikan. Jika dalam tiga hari tetap belum dibagikan, kami akan datang dengan massa yang lebih besar lagi,” katanya lagi.

Dawir Ibrahim pendamping masyarakat menjelaskan ada sekitar 600 sertifikat tanah yang belum dibagikan.

“Ada 1.004 bidang tanah. Ada 600 sertifikat tanah yang belum dibagikan. Kita minta sertifikat yang belum dibagikan untuk dibagikan. Tadi sudah disampaikan. Menurut BPN sertifikat sudah diserahkan. Tapi hingga kini belum diserahkan karena masyarakat belum lunas. Masyarakat keberatan biayanya terlalu besar,” pungkas Dawrir Ibrahim. (Gunawan)